Senin, 17 November 2014

LP & ASKEP Reumatoid Arthtritis

Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rheumatoid Arthritis

I.                  Anatomi Fisiologi Sistem Musculoskeletal
Muskuluskeletal terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligament, tendon, fasia, bursae dan persendian.
A.    Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses “osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat menimbunya garam kalsium.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
1.      Mendukung jaringan tubuh dan menbuntuk tubuh.
2.      Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.
3.     Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan )
4.      Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hema topoiesis).
5.      Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.
     a.       Bagian-bagian utama tulang
1.      Axial Skeleton (80 tulang)
Tengkorak

22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang)
Frontal 1
Parietal 2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1

Tulang fasial (13 tulang)
 Maksila 2
 Palatine 2
 Zygomatic 2
 Lacrimal 2
 Nasal 2
 Vomer 1
Inferior nasal concha 2

Tulang mandibula (1 tulang)


Tulang telinga tengah
Malleus 2
Incus 2
Stapes 2

6 tulang
Tulang hyoid

1 tulang
Columna vertebrae
Cervical 7
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan dari 5 tulang) 1
Korkigis (penyatuan dari 3-5 tulang) 1

26 tulang
Tulang rongga thorax
Tulang iga 24
Sternum1                    

25 tulang
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
Pectoral girdle
Scapula 2
Clavicula 2
4 tulang
Ekstremitas atas
Humerus 2
Radius 2
Ulna 2
Carpal 16
Metacarpal 10
Phalanx 28

60 tulang
Pelvic girdle
Os coxa  2 (setiap os coxa terdiri dari penggabungan 3 tulang)
2 tulang
Ekstremitas bawah
Femur 2
Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28

60 tulang
Total 
206 tulang

                                 a.       Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi:
1)             Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
2)             Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
3)             Tulang pipih pada tengkorak dan iga
4)             Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang wajah, dan rahang.

b.      Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
1)      Tulang didahului oleh model kartilago.
2)      Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
3)      Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
4)      Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
5)      Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6)      Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan korpus.
7)      Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
a)      Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan berkurang.
b)      Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
c)      Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalacia pada usia dewasa.
d)     Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
e)      Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
f)       Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
g)      Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan masa tulang.

A.    Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
1.      Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
2.      Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
3.      Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang)
Jenis sendi synovial :

  1. Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan gerakan bebas penuh.
  2. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan contohnya adalah siku dan lutut.
  3.  Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
  4. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
  5.  Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.

B.     Otot Rangka
1.      Pengertian
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak sel terjadi karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma ini merupakan benang – benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot mendapat rangsangan maka miofibril akan memendek. Dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).

2.      Ciri-Ciri Otot
a.       Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin juga tidak melibatkan pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk kubus atau bulat hanya akan menghasilkan pemendekan yang terbatas.
b.      Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.
c.       Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks.
d.      Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.

3.      Kerja Otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi utamanya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan memendekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan otot lain untuk berkontraksi dan menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi dimana bagian terbesarnya mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang berhubungan langsung dengan tulang, atau dimana kerjanya perlu dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (mis.,pada bagian depan abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan lengan atas. Otot bisep dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini biasanya tetap stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio dari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan saat ia memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk memposisikan telapak tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada punggung lengan atas adalah otot ekstensor; otot ini meluruskan sendi, mempunyai aksi yang berlawanan dengan otot bisep.

4.      Struktur Otot Rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel silindris tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan mempunyai banyak suplai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak nuklei dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau sarkolema, mengandung myofibril yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma cair. Didalamnya juga ada banyak mitokondria. Warna merah dari otot berhubungan dengan mioglobin, suatu protein seperti hemoglobin dalam sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara bergantian, disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh 2 tipe filamen, satu mengandung proteinaktin, dan lainnya mengandung protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu sama lain, seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik ujung dari sel otot saling mendekat. Serat otot memendek sampai dengan sepertiga dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik tanpa tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada ujungnya (otot fusiformis) mis., otot bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang gerak yang besar tetapi relative lemah.
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon sentral atau tendon pengimbang.
5.      Histologi Otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya dan ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
a.       Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)
Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200 µm dengan inti terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan dan tidak mempunyai corak melintang. Serabut reticular transversa menghubungkan sel-sel otot yang berdekatan dan membentuk suatu ikatan sehingga membentuk unik fungsional. Otot polos tidak dibawah pengaruh kehendak.
b.      Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal 10-100 µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti terletak dipinggir, dibawah sarcolema.memanjang sesuai sumbu panjang serabut otot. Beberapa serabut otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut endomycium. Bebefrapa endomycium disatukan jaringan ikat disebut perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium (fascia). Otot lurik dipersyafi oleh system cerebrosfinal dan dapata dikendalikan. Otot lurik terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm, bagian atas dinding oesophagus.
c.       Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang, saling berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang dan terletajk di tengah.Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.

6.      Persarafan Otot Rangka
Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :
a.       Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor regangan khusus, gelondong otot
b.      Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot. Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu anterior substansia grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau akson yang bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua korpus sel mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla spinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya, pada motor end plate. Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan asetilkolin dilepaskan dari motor end plate. Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls saraf. Ini menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik untuk menjalar sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang terstimulasi. Bila impuls berhenti maka otot rileks.

C.     Tendon
Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang. serat kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.

D.    Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasanya di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.

E.     Bursae
Adalah  kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran sinovial dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit.

I.                  Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis

A.    Pengertian
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).
Jadi, Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001).

B.     Epidemiologi
Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, diperkirakan 0,5-1 % dari populasi global menderita AR. Peluang terjadinya penyakit hati pada penderita AR dua kali lebih besar dari yang tidak menderita. America Arthritis Fondation melaporkan, penderita AR berisiko dua kali lebih besar terkena penyakit jantung sehingga meningkatkan angka kematian penderita Cardiovascular dan infeksi. Lima puluh persen pasien AR mengalami kecacatan fungsional sementara setelah 20 tahun, 80 % cacat dan dapat mengurangi usia harapan hidup 3-18 tahun (Holm 2001).
Studi epidemiologi melaporkan berbagai faktor risiko yang dihubungkan dengan terjadinya penyakit AR, seperti faktor kerentanan terhadap penyakit dan faktor inisiasi yaitu faktor yang diduga meningkatkan risiko berkembangnya penyakit (DCD 2005).
Faktor kerentanan seperti :1) jenis kelamin; 2) Usia : Dapat terjadi pada usia muda 30-50 tahun, usia lanjut terutama pada wanita kasus AR meningkat; 3) Obesitas : memacu meningkatnya oksidan melalui berbagai mekanisme; 4) Genetik, keluarga yang memiliki anggota keluarga terkena AR memiliki risiko lebih tinggi, dan dihubungkan dengan gen HLA-DR4. Faktor inisiasi adalah perokok, infeksi bakteri atau virus menjadi inisiasi dari AR, pil kontrasepsi, gaya hidup : stres dan diet mengawali inflamasi sendi

C.    Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1.      Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2.      Endokrin
3.      Autoimmun
4.      Metabolik
5.      Faktor genetik serta pemicu lingkungan

Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

D.    Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun  terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Membran sinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. . Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1


E. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

  1.  Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
  2.  Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
  3.  Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
  4.  Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

F.     Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala arthritis reumatoid secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
1.      Nyeri persendian
2.      Bengkak (Rheumatoid nodule)
3.      Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4.      Terbatasnya pergerakan
5.      Sendi-sendi terasa panas
6.      Demam (pireksia)
7.      Anemia
8.      Berat badan menurun
9.      Kekuatan berkurang
10.  Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11.  Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12.  Pasien tampak anemic

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
1.      Gerakan menjadi terbatas
2.      Adanya nyeri tekan
3.      Deformitas bertambah pembengkakan
4.      Kelemahan
5.      Depresi
Gejala Extraartikular :
1.      Pada jantung : Reumatoid heard diseasure,  Valvula lesion (gangguan katub), Pericarditis, Myocarditis
2.      Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis
3.      Pada lympa : Lhymphadenopathy
4.      Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis
5.      Pada otot : Mycsitis
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang  ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1.      Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
2.      Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3.      Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4.      Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang.
5.      Deformitas, kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6.      Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7.      Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi), reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai padamiokardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

G.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi: Inspeksi pada saat diam/istirahat, inspeksi pada saat gerak, palpasi.
1.      Sikap/postur badan
Perlu diperhatikan bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu (glenohumeral) dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan waktu menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan.
Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi maka penderita akan merasa sangat kesakitan karena terjadi peningkatan tekanan intraartikuler. Ditemukannya postur badan
yang membongkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang terbatas merupakan gambaran khas dari spondilitis ankilosis.
2.      Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu varus, genu valgus, genu rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku. Pada jari tangan antara lain boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation, subluksasi sendi metakarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable Z-shaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping disertai subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan kaki terjadi valgus ankle.
3.      Perubahan kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi periartikuler, yang sering pula merupakan tanda dari artritis septik atau artritis kristal.
4.      Kenaikan suhu sekitar sendi
Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.

5.      Bengkak sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut, misalnya :
a.       Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan di atas dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda.
b.      Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara tendon ekstensor dan ligamentum kolateral bagian lateral.
c.       Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula dan otot deltoid di alas otot pektoralis.
d.      Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkak-an pada sisi anterior. Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan medial maka cairan akan berpindah ke sisi lateral patela dan kemudian berpindah sendiri ke sisi medial. Balloon sign ditemukan pada keadaan efusi dengan jumlah cairan yang banyak, bila dilakukan tekanan pada satu titik akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini sangat spesifik pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi merupakan tenth spesifik dari sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas dari kapsul sendi yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada pergerakan pasif.
6.       Nyeri raba
Menentukan lokasi yang tepat dari nyeri raba merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab dari keluhan pasien. Nyeri raba kapsuler/artikuler terbatas pada daerah sendi merupakan tanda dari artropati atau penyakit kapsuler. Nyeri raba periartikuler agak jauh dari batas daerah sendi merupakan tanda dari bursitis atau entesopati.
7.      Pergerakan
Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada keadaan pasif dan aktif dan dibandingkan kiri dan kanan. Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikuler hanya menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. Artropati akan memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis.

H.    Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.
1.      Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.
2.      Pemeriksaan gambaran radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

I.     Diagnostik
1.      Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
2.      Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
3.      Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4.      LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
5.      Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
6.      SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi
7.      JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
8.      Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
9.      Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
10.  Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
12.  Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
13.  Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
No
Kriteria
Definisi
1
Kaku pagi hari
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2







Artritis pada 3  daerah
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.

3
Artritis pada       peres-ndian tangan
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas.
4
Artritis simetris
Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
5
Nodul Reumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6
Faktor Reumatoid serum
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
7
Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

A.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi pada pasien dengan Rheumatoid Arthritis:
1.      Nonfarmakologi
a.        Pendidikan: meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis penyakit ini
b.      Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c.       Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
d.      Termoterapi
e.       Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
f.       Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1)      Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2)      Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3)      Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4)      Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
2.      Farmakologi
Pemberian obat-obatan:
a.       Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
b.      Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :
1)      Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory)
2)       Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
3)      Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
4)      Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
5)      Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
6)      Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
7)      Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)

J.     Komplikasi
1.      Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2.      Ada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
3.      Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4.      Terjadi splenomegali

K.    Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita


 RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

I.                   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.


1.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b.      Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1)      Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2)      Catat bila ada krepitasi
3)      Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
c.       Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
1)      Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
2)      Ukur kekuatan otot
d.      Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
e.       Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
2.      Riwayat Psikososial
Pasien dengan Reumatoid Arthritis mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien. Pengkajian 11 Pola Gordon:
a.       Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
1)      Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
2)      Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
3)      Riwayat keluarga dengan RA
4)      Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5)      Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit All
b.      Pola Nutrisi Metabolik
1)      Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
2)       Riwayat gangguan metabolik

c.       Pola Eliminasi
Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d.      Pola Aktivitas dan Latihan
1)      Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2)      Jenis aktivitas yang dilakukan
3)      Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
4)      Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e.       Pola Istirahat dan Tidur
1)      Apakah ada gangguan tidur?
2)      Kebiasaan tidur sehari
3)      Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4)      Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f.       Pola Persepsi Kognitif
Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
g.      Pola Persepsi dan Konsep Diri
1)      Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2)      Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?

h.      Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
1)      Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2)      Apakah ada perubahan peran pada klien?
i.        Pola Reproduksi Seksualitas
Adakah gangguan seksualitas?
j.        Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k.      Pola Sistem Kepercayaan
1)      Agama yang dianut?
2)      Adakah gangguan beribadah?
3)      Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik
2.   Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5.      Risiko cidera berhubungan dengan penyakit autoimun
6.      Defesiensi pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi

C.    Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
a.
Nyeri Kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik

DS :
·         Kelelahan
·         Takut untuk injuri ulang

DO :
·         Atropi otot
·         Gangguan aktifitas
·         Anoreksia
·         Perubahan pola tidur
·         Respon simpatis (suhu dingin, perubahan posisi tubuh , hipersensitif, perubahan berat badan)
NOC :
Comfort level
Pain control
Pain level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x... diharapkan nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria hasil :
1.      Tidak ada gangguan tidur
2.      Tidak ada gangguan konsentrasi
3.      Tidak ada gangguan hubungan interpersonal
4.      Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal
5.      Tidak ada tegangan otot
NIC :
Pain Manajemen
1.      Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
2.      Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat
3.      Kelola anti analgetik
4.      Jelaskan pada pasien penyebab nyeri
5.      Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase punggung)
b.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

DO :
·       Penurunan waktu reaksi
·       Kesulitan merubah posisi
·       Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)
·       Keterbatasan motorik kasar dan halus
·       Keterbatasan ROM
·       Gerakan disertai nafas pendek atau tremor
·       Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL
·       Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x.... diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil :
1.    Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2.    Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3.    Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.    Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC :
Exercise therapy : ambulation
1.      Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.      Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.      Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4.      Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5.      Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.      Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.      Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.      Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9.      Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

c.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh

DS:
·         Depersonalisasi bagian tubuh
·         Perasaan negatif tentang tubuh
·         Secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup

DO :
·         Perubahan aktual struktur dan fungsi tubuh
·         Kehilangan bagian tubuh
·         Bagian tubuh tidak berfungsi

NOC :
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x... diharapkan gangguan citra tubuh
pasien teratasi dengan kriteria hasil :
1.      Body image positif
2.      Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3.      Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
4.      Mempertahankan interaksi sosial

NIC :
Body image enhancement
1.      Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2.      Monitor frekuensi mengkritik dirinya
3.      Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
4.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya
5.      Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
6.      Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

d.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

DO :
·         ketidakmampuan untuk mandi,
·         ketidakmampuan untuk berpakaian,
·         ketidakmampuan untuk makan,
·         ketidakmampuan untuk toileting


NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x... diharapkan defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil :
1.      Klien terbebas dari bau badan
2.      Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3.      Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :
Self Care assistane : ADLs
1.      Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2.      Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3.      Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4.      Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.      Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6.      Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7.      Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8.      Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 

e.
Risiko cidera berhubungan dengan penyakit autoimun
Faktor-faktor risiko :
Eksternal
·      Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat, bangunan dan atau perlengkapan;  mode transpor atau cara perpindahan; Manusia atau penyedia pelayanan)
·      Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat, mikroorganisme)
·      Kimia (obat-obatan:agen farmasi, alkohol, kafein, nikotin, bahan pengawet, kosmetik; nutrien: vitamin, jenis makanan; racun; polutan)

Internal
·         Psikolgik (orientasi afektif)
·         Mal nutrisi
·         Bentuk darah abnormal, contoh : leukositosis/leukopenia
·         Perubahan faktor pembekuan,
-          Trombositopeni
-          Sickle cell
-          Thalassemia,
-          Penurunan Hb,
-       Imun-autoimum tidak berfungsi.
·         Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak berfungsinya sensoris)
·         Disfugsi gabungan
·         Disfungsi efektor
·         Hipoksia jaringan
·         Perkembangan usia (fisiologik, psikososial)
·         Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan mobilitas)
NOC :
Risk Kontrol
Immune status
Safety Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x.. diharapkan klien tidak mengalami cidera dengan kriterian hasil :
1.      Klien terbebas dari cedera
2.      Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
3.      Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
4.      Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
5.      Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6.      Mampu mengenali perubahan status kesehatan
NIC :
Environment Management
1.      Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2.      Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif  pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3.      Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4.      Memasang side rail tempat tidur
5.      Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6.      Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7.      Membatasi pengunjung
8.      Memberikan penerangan yang cukup
9.      Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
10.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11.  Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
12.  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

f.
Defesiensi pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah

DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai

NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x... diharapkan pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil :
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.      Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.      Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6.      Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.      Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
8.      Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9.      Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat


D.    Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

E.     Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik

Terpenuhinya penurunan dan peningkatan adaptasi nyeri

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

Terpenuhinya dukungan psikologis

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh

Gangguan Citra tubuh pasien teratasi
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadi deformitas
Risiko cedera berhubungan dengan penyakit autoimun
Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu

Defesiensi pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi.

Terpenuhinya kebutuhan pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi

I.                   Pendidikan Kesehatan untuk Pasien Arthritis Reumatoid
Pendidikan kesehatan yang diperlukan untuk pasien Rheumatoid Arthritis
1.      Perawat memberikan pendidikan kesehatan yang cukup kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian penyakit, pengertian tentang patofisiologinya, penyebab, prognosis penyakit ini,semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
2.      Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh dari klub penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga menderita artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
3.      Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya istirahat karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
4.      Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam menjelang subuh karena nyeri. Karena itu perawat berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat anti radang kerja lama dan analgetik
5.      Pentingnya penatalaksanaan mengenai perencanaan aktivitas. Pasien harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat
6.      Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencangkup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum memulai latihan
7.      Menginformasikan mengenai Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri
8.      Pendidikan kesehatan mengenai nutrisi sebenarnya tidak ada yang spesifik dan khusus,yang terpenting prinsip umumnya adalah pentingnya diet seimbang
9.      Karena penyakit ini rentan sekali pada penderitanya untuk mengalami penurunan atau pun peningkatan berat badan. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah menjadi sulit. Sejumlah obat yang dipakai untuk mengobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan. Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya



DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan  Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.              Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif. Dkk.2009, Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta. Media aesculapius
Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006




Tidak ada komentar:

Posting Komentar