Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Rheumatoid Arthritis
I.
Anatomi Fisiologi Sistem Musculoskeletal
Muskuluskeletal
terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligament, tendon, fasia, bursae dan
persendian.
A.
Tulang
Tulang
terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal dari
embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses “osteogenesis” menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat menimbunya garam kalsium.
Fungsi
tulang adalah sebagai berikut:
1.
Mendukung
jaringan tubuh dan menbuntuk tubuh.
2.
Melindungi organ
tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.
3. Memberikan
pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan )
4.
Membuat sel-sel
darah merah di dalam sumsum tulang (hema topoiesis).
5.
Menyimpan
garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.
a.
Bagian-bagian
utama tulang
1. Axial Skeleton (80 tulang)
|
||
Tengkorak
|
22 buah tulang
|
|
Tulang cranial (8 tulang)
|
Frontal
1
Parietal
2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1
|
|
Tulang fasial (13 tulang)
|
Maksila 2
Palatine 2
Zygomatic 2
Lacrimal 2
Nasal 2
Vomer 1
Inferior
nasal concha 2
|
|
Tulang mandibula (1 tulang)
|
||
Tulang
telinga tengah
|
Malleus 2
Incus 2
Stapes 2
|
6 tulang
|
Tulang
hyoid
|
1 tulang
|
|
Columna
vertebrae
|
Cervical 7
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan
dari 5 tulang) 1
Korkigis (penyatuan dari
3-5 tulang) 1
|
26 tulang
|
Tulang
rongga thorax
|
Tulang iga 24
Sternum1
|
25 tulang
|
2.
Appendicular Skeleton (126 tulang)
|
||
Pectoral girdle
|
Scapula
2
Clavicula
2
|
4 tulang
|
Ekstremitas
atas
|
Humerus
2
Radius
2
Ulna
2
Carpal
16
Metacarpal
10
Phalanx
28
|
60
tulang
|
Pelvic
girdle
|
Os coxa 2
(setiap os coxa terdiri dari penggabungan 3 tulang)
|
2
tulang
|
Ekstremitas
bawah
|
Femur 2
Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28
|
60
tulang
|
Total
|
206 tulang
|
a.
Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya
tulang dapat dibagi menjadi:
1)
Tulang panjang
ditemukan di ekstremitas
2)
Tulang pendek
terdapat di pergelangan kaki dan tangan
3)
Tulang pipih
pada tengkorak dan iga
4)
Tulang ireguler
(bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang wajah, dan rahang.
b.
Perkembangan dan
pertumbuhan tulang
Perkembangan dan
pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
1)
Tulang didahului
oleh model kartilago.
2)
Kolar periosteal
dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam korpus ini
mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
3)
Sarang lebah
dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel pembentuk tulang
(osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang
(osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
4)
Proses osifikasi
meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang menghasilkan
tiga pusat osifikasi.
5)
Pertumbuhan
memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat dan
hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara
vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas
mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag
mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami
degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6)
Pertumbuhan
memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan korpus.
7)
Pertumbuhan dan
metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
a)
Kalsium dan
posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor. Konsentrasi kalsium
dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar
kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan berkurang.
b)
Calcitonin,
diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan kadar kalsium
serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
c)
Vitamin D,
penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalacia pada usia
dewasa.
d)
Hormon
paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi hormone
paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas
osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
e)
Growth hormone
(hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan
penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
f)
Glukokortikoid,
adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
g)
Sex hormone,
estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat peran hormone
paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat menopause, wanita
sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung
terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron,
meningkatkan anabolisme dan meningkatkan masa tulang.
A.
Sendi
Artikulasi
atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan
strukturnya.
1.
Sendi fibrosa
(sinartrodial)
Merupakan
sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat
kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
2.
Sendi
kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan
tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa
kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan
simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
3.
Sendi synovial
(diartrodial)
Sendi
ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi
beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis., sendi
sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran
sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi
untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan
tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan
ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear.
Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular
halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada
beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan
tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang)
Jenis sendi synovial :
- Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan gerakan bebas penuh.
- Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan contohnya adalah siku dan lutut.
- Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
- Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
- Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
B.
Otot Rangka
1.
Pengertian
Otot
(musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat
bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak sel terjadi
karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma ini merupakan
benang – benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot mendapat
rangsangan maka miofibril akan memendek. Dengan kata lain sel otot akan
memendekkan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).
2.
Ciri-Ciri Otot
a.
Kontraktilitas
Serabut
otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin juga tidak melibatkan
pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena kontraksi pada setiap diameter
sel berbentuk kubus atau bulat hanya akan menghasilkan pemendekan yang
terbatas.
b.
Eksitabilitas
Serabut
otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.
c.
Ekstensibilitas
Serabut
otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks.
d.
Elastilitas
Serabut
otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.
3.
Kerja Otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan
orang dewasa. Fungsi utamanya adalah untuk menggerakan tulang pada
artikulasinya. Kerja ini dengan memendekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang
(relaksasi) otot memungkinkan otot lain untuk berkontraksi dan menggerakan
tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi
dimana bagian terbesarnya mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang
berhubungan langsung dengan tulang, atau dimana kerjanya perlu
dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon menyerupai
korda, seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (mis.,pada bagian depan
abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu bekerja sebagai
bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan
lengan atas. Otot bisep dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula.
Perlekatan ini biasanya tetap stasioner dan adalah asal (origo) dari otot.
Ujung yang lain dari otot dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk
menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio dari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi,
mengangkat lengan saat ia memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan
untuk memposisikan telapak tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada
punggung lengan atas adalah otot ekstensor; otot ini meluruskan sendi,
mempunyai aksi yang berlawanan dengan otot bisep.
4.
Struktur Otot
Rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat
otot. Sel-sel silindris tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat
dan mempunyai banyak suplai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak nuklei
dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau sarkolema, mengandung myofibril
yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma cair. Didalamnya juga ada banyak
mitokondria. Warna merah dari otot berhubungan dengan mioglobin, suatu protein
seperti hemoglobin dalam sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang
dan gelap secara bergantian, disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi
disebabkan oleh 2 tipe filamen, satu mengandung proteinaktin, dan lainnya
mengandung protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin
dan miosin satu sama lain, seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan
menarik ujung dari sel otot saling mendekat. Serat otot memendek sampai dengan
sepertiga dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap
arah tarikan, baik tanpa tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau
dengan tendon pada ujungnya (otot fusiformis) mis., otot bisep. Otot-otot ini
mempunyai rentang gerak yang besar tetapi relative lemah.
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas,
tetapi mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat
menjalar membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon
sentral atau tendon pengimbang.
5.
Histologi Otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan
atas dasar strukturnya dan ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot
jantung.
a.
Otot polos
(smooth muscle/involuntary muscle)
Otot
polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200 µm dengan inti
terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan dan tidak mempunyai corak
melintang. Serabut reticular transversa menghubungkan sel-sel otot yang
berdekatan dan membentuk suatu ikatan sehingga membentuk unik fungsional. Otot
polos tidak dibawah pengaruh kehendak.
b.
Otot lurik
(skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot
lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal 10-100 µm dan
panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti terletak dipinggir,
dibawah sarcolema.memanjang sesuai sumbu panjang serabut otot. Beberapa serabut
otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut
endomycium. Bebefrapa endomycium disatukan jaringan ikat disebut perimycium.
Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium
(fascia). Otot lurik dipersyafi oleh system cerebrosfinal dan dapata
dikendalikan. Otot lurik terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm, bagian
atas dinding oesophagus.
c.
Otot Jantung
Terdiri
dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat otonom.
Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang, saling
berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang dan
terletajk di tengah.Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.
6.
Persarafan Otot
Rangka
Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :
a.
Saraf sensorik
yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor regangan khusus,
gelondong otot
b.
Saraf motorik
yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot. Korpus sel dari
sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu anterior substansia grisea dalam
medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau akson yang
bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua korpus sel
mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla spinalis.
Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya, pada
motor end plate. Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan asetilkolin
dilepaskan dari motor end plate. Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls
saraf. Ini menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik untuk menjalar
sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot berkontraksi.
Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang terstimulasi. Bila
impuls berhenti maka otot rileks.
C.
Tendon
Tendon
merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon
menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang. serat kolagen
dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.
D.
Ligament
Ligament
adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasanya di
sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.
E.
Bursae
Adalah kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi
oleh membran sinovial dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan
diantara bagian-bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak
antara prosesus olekranon dan kulit.
I.
Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis
A.
Pengertian
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi
sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan
dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,
ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi
sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan
seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik
yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non-
bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi
serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi, hal. 165).
Jadi, Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit
inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan
seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001).
B.
Epidemiologi
Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan
dunia, diperkirakan 0,5-1 % dari populasi global menderita AR. Peluang terjadinya
penyakit hati pada penderita AR dua kali lebih besar dari yang tidak menderita.
America Arthritis Fondation melaporkan, penderita AR berisiko dua kali lebih
besar terkena penyakit jantung sehingga meningkatkan angka kematian penderita
Cardiovascular dan infeksi. Lima puluh persen pasien AR mengalami kecacatan
fungsional sementara setelah 20 tahun, 80 % cacat dan dapat mengurangi usia
harapan hidup 3-18 tahun (Holm 2001).
Studi epidemiologi melaporkan berbagai faktor risiko
yang dihubungkan dengan terjadinya penyakit AR, seperti faktor kerentanan
terhadap penyakit dan faktor inisiasi yaitu faktor yang diduga meningkatkan
risiko berkembangnya penyakit (DCD 2005).
Faktor kerentanan seperti :1) jenis kelamin; 2) Usia
: Dapat terjadi pada usia muda 30-50 tahun, usia lanjut terutama pada wanita
kasus AR meningkat; 3) Obesitas : memacu meningkatnya oksidan melalui berbagai
mekanisme; 4) Genetik, keluarga yang memiliki anggota keluarga terkena AR
memiliki risiko lebih tinggi, dan dihubungkan dengan gen HLA-DR4. Faktor
inisiasi adalah perokok, infeksi bakteri atau virus menjadi inisiasi dari AR,
pil kontrasepsi, gaya hidup : stres dan diet mengawali inflamasi sendi
C.
Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum
diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik,
lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus
terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone
& Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
artritis reumatoid, yaitu:
1.
Infeksi
Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2.
Endokrin
3.
Autoimmun
4.
Metabolik
5.
Faktor genetik
serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan
oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe
II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari
tulang rawan sendi penderita.
D.
Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial.
Membran sinovial pada pasien reumatoid
artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi
sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan
dalam respon immun. . Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan
tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial
seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.
Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena
radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi
nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub
chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap
orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara
ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang
lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai
dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus
(Long, 1
E. Klasifikasi
Buffer
(2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
- Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
- Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
- Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
- Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
F.
Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala arthritis reumatoid secara
lebih rinci adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri persendian
2.
Bengkak
(Rheumatoid nodule)
3.
Kekakuan pada
sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4.
Terbatasnya
pergerakan
5.
Sendi-sendi
terasa panas
6.
Demam (pireksia)
7.
Anemia
8.
Berat badan
menurun
9.
Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12. Pasien tampak anemic
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan
gejala seperti :
1.
Gerakan menjadi
terbatas
2.
Adanya nyeri
tekan
3.
Deformitas
bertambah pembengkakan
4.
Kelemahan
5.
Depresi
Gejala
Extraartikular :
1.
Pada jantung :
Reumatoid heard diseasure, Valvula
lesion (gangguan katub), Pericarditis, Myocarditis
2.
Pada mata :
Keratokonjungtivitis, Scleritis
3.
Pada lympa :
Lhymphadenopathy
4.
Pada thyroid :
Lyphocytic thyroiditis
5.
Pada otot :
Mycsitis
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran
klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1.
Gejala-gejala
konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan
demam.
2.
Poliartritis
simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi
perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi
antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang
dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3.
Kekakuan di pagi
hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang
sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis
(peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit dan selama kurang dari 1 jam.
4.
Artritis erosif
merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang.
5.
Deformitas,
kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran
ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga
dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi.
6.
Nodula-nodula
reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang
dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah
bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan,
walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat
lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit
yang aktif dan lebih berat.
7.
Manifestasi
ekstra-artikular (diluar sendi), reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain
diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat
menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai
nodul rheumatoid dapat dijumpai padamiokardium dan katup jantung, lesi ini
dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan
kardiomiopati.
G.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal
meliputi: Inspeksi pada saat diam/istirahat, inspeksi pada saat gerak, palpasi.
1.
Sikap/postur
badan
Perlu diperhatikan bagaimana cara penderita mengatur
posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai
tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha
menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya
dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal.
Pada sendi bahu (glenohumeral) dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi,
mirip dengan waktu menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan.
Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi
maka penderita akan merasa sangat kesakitan karena terjadi peningkatan tekanan
intraartikuler. Ditemukannya postur badan
yang
membongkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang terbatas merupakan
gambaran khas dari spondilitis ankilosis.
2.
Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan
diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah
deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan
lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau
kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu
varus, genu valgus, genu rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas
fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku. Pada jari tangan antara lain
boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation, subluksasi sendi
metakarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable
Z-shaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan
miring ke samping disertai subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan
kaki terjadi valgus ankle.
3.
Perubahan kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik
atau penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang
sering ditemukan antara psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan disertai
deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi
periartikuler, yang sering pula merupakan tanda dari artritis septik atau
artritis kristal.
4.
Kenaikan suhu
sekitar sendi
Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan
akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.
5.
Bengkak sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan
lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di
sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan
bentuk yang khas pada tempat tersebut, misalnya :
a.
Pada efusi lutut
maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong suprapatelar mengakibatkan
pembengkakan di atas dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda.
b.
Pada sendi
interfalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara tendon
ekstensor dan ligamentum kolateral bagian lateral.
c.
Efusi sendi
glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula dan otot
deltoid di alas otot pektoralis.
d.
Pada efusi sendi
pergelangan kaki akan terjadi pembengkak-an pada sisi anterior. Bulge sign
ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah cairan yang sedikit dalam
rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan
pada cekungan medial maka cairan akan berpindah ke sisi lateral patela dan
kemudian berpindah sendiri ke sisi medial. Balloon sign ditemukan pada keadaan
efusi dengan jumlah cairan yang banyak, bila dilakukan tekanan pada satu titik
akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini sangat spesifik
pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi merupakan tenth spesifik dari
sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas dari kapsul sendi yang makin nyata
pada pergerakan dan teraba pada pergerakan pasif.
6.
Nyeri raba
Menentukan lokasi yang tepat dari nyeri raba
merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab dari keluhan pasien. Nyeri
raba kapsuler/artikuler terbatas pada daerah sendi merupakan tanda dari
artropati atau penyakit kapsuler. Nyeri raba periartikuler agak jauh dari batas
daerah sendi merupakan tanda dari bursitis atau entesopati.
7.
Pergerakan
Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada
keadaan pasif dan aktif dan dibandingkan kiri dan kanan. Sinovitis akan
menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah. Tenosinovitis atau
lesi periartikuler hanya menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu arah
saja. Artropati akan memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis.
H.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid,
namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.
1.
Pemeriksaan
laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita
artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal
sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama
globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih
besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang
berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis
yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk
menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga
menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus
sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu,
sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya.
Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang
berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang
rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks
peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat
tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap
darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat
menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum
tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan
dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan
besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam
ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih,
berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis
reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih
meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak
jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan
mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human
Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.
2.
Pemeriksaan
gambaran radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah
sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi
karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara
radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada
sendi yang terkena.
I.
Diagnostik
1.
Faktor Reumatoid
: positif pada 80-95% kasus.
2.
Fiksasi lateks:
Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
3.
Reaksi-reaksi aglutinasi
: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4.
LED : Umumnya
meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala
meningkat
5.
Protein
C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
6.
SDP: Meningkat
pada waktu timbul prosaes inflamasi
7.
JDL : umumnya
menunjukkan anemia sedang.
8.
Ig ( Ig M dan Ig
G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
9.
Sinar X dari
sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi,
dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
10. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang
menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
12. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan
volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (
respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
13. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan
inflamasi dan perkembangan panas.
Kriteria American Rheumatism Association untuk
Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
No
|
Kriteria
|
Definisi
|
1
|
Kaku pagi hari
|
Kekakuan
pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal
|
2
|
Artritis pada 3 daerah
|
Pembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang
dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria
yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan
kanan.
|
3
|
Artritis
pada peres-ndian tangan
|
Sekurang-kurangnya
terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas.
|
4
|
Artritis
simetris
|
Keterlibatan sendi yang sama (seperti
yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP
atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
|
5
|
Nodul Reumatoid
|
Nodul subkutan pada penonjolan tulang
atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh
seorang dokter.
|
6
|
Faktor Reumatoid serum
|
Terdapatnya titer abnormal faktor
reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif
kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
|
7
|
Perubahan gambaran
|
Perubahan gambaran radiologis yang
radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan
posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi
persyaratan).
|
A.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi pada
pasien dengan Rheumatoid Arthritis:
1.
Nonfarmakologi
a.
Pendidikan: meliputi tentang pengertian, patofisiologi,
penyebab, dan prognosis penyakit ini
b.
Istirahat :
karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c.
Latihan : pada
saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk
mempertahankan fungsi sendi pasien
d.
Termoterapi
e.
Gizi yaitu
dengan memberikan gizi yang tepat
f.
Bila Reumatoid
artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya
sebagai berikut:
1)
Sinovektomi,
untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi
dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2)
Arthrotomi,
yaitu dengan membuka persendian.
3)
Arthrodesis,
sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4)
Arthroplasty,
pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
2.
Farmakologi
Pemberian
obat-obatan:
a.
Anti Inflamasi
non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah
ditentukan.
b.
Obat-obat untuk
Reumatoid Artitis :
1)
Acetyl salicylic
acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory)
2)
Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti
Inflamatori)
3)
Ibufropen/motrin
(Analgetik, Anti Inflamatori)
4)
Tolmetin
sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
5)
Naproxsen/naprosin
(Analgetik, Anti Inflamatori)
6)
Sulindac/Clinoril
(Analgetik, Anti Inflamatori)
7)
Piroxicam/Feldene
(Analgetik, Anti Inflamatori)
J.
Komplikasi
1.
Dapat
menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2.
Ada otot dapat
terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
3.
Pada pembuluh
darah terjadi tromboemboli
4.
Terjadi
splenomegali
K.
Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan
mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu
episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna).
Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan
menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa
masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan
menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan
kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya
penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata,
paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik
kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan
penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat
menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus
rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan
otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara
melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi
dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji
roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh
deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan
rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping
hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita
RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan
gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
I.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
1.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Inspeksi dan
palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit,
ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b.
Lakukan
pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1)
Catat bila ada
deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2)
Catat bila ada
krepitasi
3)
Catat bila
terjadi nyeri saat sendi digerakkan
c.
Lakukan inspeksi
dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
1)
Catat bia ada
atrofi, tonus yang berkurang
2)
Ukur kekuatan
otot
d.
Kaji tingkat
nyeri, derajat dan mulainya
e.
Kaji
aktivitas/kegiatan sehari-hari
2.
Riwayat
Psikososial
Pasien
dengan Reumatoid Arthritis mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep
diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien. Pengkajian 11 Pola
Gordon:
a.
Pola Persepsi
Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
1)
Apakah pernah
mengalami sakit pada sendi-sendi?
2)
Riwayat penyakit
yang pernah diderita sebelumnya?
3)
Riwayat keluarga
dengan RA
4)
Riwayat keluarga
dengan penyakit autoimun
5)
Riwayat infeksi
virus, bakteri, parasit All
b.
Pola Nutrisi
Metabolik
1)
Jenis,
frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung
pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
2)
Riwayat gangguan metabolik
c.
Pola Eliminasi
Adakah
gangguan pada saat BAB dan BAK?
d.
Pola Aktivitas
dan Latihan
1)
Kebiasaan
aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2)
Jenis aktivitas
yang dilakukan
3)
Rasa sakit/nyeri
pada saat melakukan aktivitas
4)
Tidak mampu
melakukan aktifitas berat
e.
Pola Istirahat
dan Tidur
1)
Apakah ada
gangguan tidur?
2)
Kebiasaan tidur
sehari
3)
Terjadi kekakuan
selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4)
Adakah rasa
nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f.
Pola Persepsi
Kognitif
Adakah nyeri sendi saat
digerakan atau istirahat?
g.
Pola Persepsi
dan Konsep Diri
1)
Adakah perubahan
pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2)
Apakah pasien
merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
h.
Pola Peran dan
Hubungan dengan Sesama
1)
Bagaimana
hubungan dengan keluarga?
2)
Apakah ada
perubahan peran pada klien?
i.
Pola Reproduksi
Seksualitas
Adakah
gangguan seksualitas?
j.
Pola Mekanisme
Koping dan Toleransi terhadap Stress
Adakah
perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k.
Pola Sistem
Kepercayaan
1)
Agama yang
dianut?
2)
Adakah gangguan
beribadah?
3)
Apakah klien
menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri kronis
berhubungan dengan ketunadayaan fisik
2. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh
4.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5.
Risiko cidera
berhubungan dengan penyakit autoimun
6.
Defesiensi
pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang familier dengan
sumber-sumber informasi
C.
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
||
a.
|
Nyeri Kronis berhubungan dengan
ketunadayaan fisik
DS :
·
Kelelahan
·
Takut untuk injuri ulang
DO :
·
Atropi otot
·
Gangguan aktifitas
·
Anoreksia
·
Perubahan pola tidur
·
Respon simpatis (suhu dingin, perubahan posisi tubuh , hipersensitif,
perubahan berat badan)
|
NOC :
Comfort level
Pain control
Pain level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x... diharapkan
nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria hasil :
1. Tidak ada gangguan tidur
2. Tidak ada gangguan konsentrasi
3. Tidak ada gangguan hubungan
interpersonal
4. Tidak ada ekspresi menahan
nyeri dan ungkapan secara verbal
5. Tidak ada tegangan otot
|
NIC :
Pain Manajemen
1.
Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
2.
Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat
3.
Kelola anti analgetik
4.
Jelaskan pada pasien penyebab
nyeri
5.
Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase punggung)
|
b.
|
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan
muskuloskeletal
DO :
·
Penurunan waktu
reaksi
·
Kesulitan
merubah posisi
·
Perubahan gerakan
(penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)
·
Keterbatasan motorik
kasar dan halus
·
Keterbatasan ROM
·
Gerakan disertai
nafas pendek atau tremor
·
Ketidak stabilan
posisi selama melakukan ADL
·
Gerakan sangat
lambat dan tidak terkoordinasi
|
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama…x.... diharapkan hambatan mobilitas fisik
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
|
NIC :
Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
|
c.
|
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan dan perubahan
struktur tubuh
DS:
·
Depersonalisasi bagian tubuh
·
Perasaan negatif tentang tubuh
·
Secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup
DO :
·
Perubahan aktual struktur dan fungsi tubuh
·
Kehilangan bagian tubuh
·
Bagian tubuh tidak berfungsi
|
NOC :
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x...
diharapkan gangguan citra tubuh
pasien teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Body image positif
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3. Mendiskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh
4. Mempertahankan interaksi sosial
|
NIC :
Body image enhancement
1. Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi mengkritik
dirinya
3. Jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
4. Dorong klien mengungkapkan
perasaannya
5. Identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam kelompok kecil
|
d.
|
Defisit perawatan
diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
DO :
·
ketidakmampuan untuk mandi,
·
ketidakmampuan untuk berpakaian,
·
ketidakmampuan untuk makan,
·
ketidakmampuan untuk toileting
|
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x... diharapkan defisit perawatan diri teratas
dengan kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
|
NIC :
Self Care assistane : ADLs
1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
|
e.
|
Risiko cidera berhubungan dengan penyakit autoimun
Faktor-faktor risiko :
Eksternal
·
Fisik (contoh :
rancangan struktur dan arahan masyarakat, bangunan dan atau
perlengkapan; mode transpor atau cara perpindahan; Manusia atau
penyedia pelayanan)
·
Biologikal (
contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat, mikroorganisme)
·
Kimia
(obat-obatan:agen farmasi, alkohol, kafein, nikotin, bahan pengawet,
kosmetik; nutrien: vitamin, jenis makanan; racun; polutan)
Internal
·
Psikolgik
(orientasi afektif)
·
Mal nutrisi
·
Bentuk darah
abnormal, contoh : leukositosis/leukopenia
·
Perubahan faktor
pembekuan,
-
Trombositopeni
-
Sickle cell
-
Thalassemia,
-
Penurunan Hb,
- Imun-autoimum tidak berfungsi.
·
Biokimia, fungsi
regulasi (contoh : tidak berfungsinya sensoris)
·
Disfugsi
gabungan
·
Disfungsi
efektor
·
Hipoksia
jaringan
·
Perkembangan
usia (fisiologik, psikososial)
·
Fisik (contoh :
kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan mobilitas)
|
NOC :
Risk Kontrol
Immune status
Safety Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x.. diharapkan klien tidak mengalami cidera dengan kriterian
hasil :
1. Klien terbebas dari
cedera
2. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
3. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
4. Mampumemodifikasi
gaya hidup untukmencegah injury
5. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
|
NIC :
Environment Management
1.
Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasien
2.
Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3.
Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4.
Memasang side rail tempat tidur
5.
Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan bersih
6.
Menempatkan saklar
lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7.
Membatasi pengunjung
8.
Memberikan penerangan yang cukup
9.
Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
|
f.
|
Defesiensi pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
familier dengan sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
|
NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x...
diharapkan pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan
kriteria hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :
1. Kaji tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
|
D.
Implementasi Keperawatan
Implementasi
dilakukan sesuai dengan intervensi.
E.
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
Nyeri kronis berhubungan dengan
ketunadayaan fisik
|
Terpenuhinya penurunan dan
peningkatan adaptasi nyeri
|
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
|
Terpenuhinya dukungan
psikologis
|
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh
|
Gangguan
Citra tubuh pasien teratasi
|
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
|
Tercapainya fungsi sendi dan mencegah
terjadi deformitas
|
Risiko cedera
berhubungan dengan penyakit autoimun
|
Tercapainya peningkatan fungsi anggota
gerak yang terganggu
|
Defesiensi pengetahuan tentang
penyakit berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi.
|
Terpenuhinya kebutuhan pendidikan dan
latihan dalam rehabilitasi
|
I.
Pendidikan Kesehatan untuk Pasien Arthritis
Reumatoid
Pendidikan kesehatan yang diperlukan untuk pasien
Rheumatoid Arthritis
1.
Perawat
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup kepada pasien, keluarganya, dan siapa
saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan kesehatan yang diberikan
meliputi pengertian penyakit, pengertian tentang patofisiologinya, penyebab,
prognosis penyakit ini,semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan
metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim
kesehatan.
2.
Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh
dari klub penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang
juga menderita artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
3.
Pendidikan
kesehatan mengenai pentingnya istirahat karena artritis reumatoid biasanya disertai
rasa lelah yang hebat.
4.
Kekakuan dan rasa
tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien
dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam menjelang subuh karena nyeri.
Karena itu perawat berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan
obat anti radang kerja lama dan analgetik
5.
Pentingnya
penatalaksanaan mengenai perencanaan aktivitas. Pasien harus membagi waktu
seharinya menjadi beberapa kali beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat
6.
Latihan-latihan
spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencangkup
gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari.
Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum memulai
latihan
7.
Menginformasikan
mengenai Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat
mengurangi nyeri
8.
Pendidikan
kesehatan mengenai nutrisi sebenarnya tidak ada yang spesifik dan khusus,yang
terpenting prinsip umumnya adalah pentingnya diet seimbang
9.
Karena penyakit
ini rentan sekali pada penderitanya untuk mengalami penurunan atau pun peningkatan
berat badan. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi temporomandibular, sehingga
membuat gerakan mengunyah menjadi sulit. Sejumlah obat yang dipakai untuk
mengobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.
Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya
DAFTAR PUSTAKA
Lukman,
Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
Price,
Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
Setiadi.
2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet.
1.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun.
2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC.
Syaifiddin.
2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.
Jakarta : EGC.
Mansjoer,
arif. Dkk.2009, Kapita Selekta Kedokteran
. Jakarta. Media aesculapius
Anderson,
Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep
Klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar